Jumat, 30 Juni 2017

Jenderal Benny Moerdani Bertemu Dua Sniper SAS Inggris yang Nyaris Menembaknya

Benny Moerdani
Benny Moerdani 

Ketika terjadi konfrontasi militer Indonesia-Malaysia (1964), tugas Benny Moerdani yang saat itu berpangkat Mayor adalah menyusup ke Kalimantan Utara.
Tugas itu merupakan misi militer yang sangat berat dan penuh risiko.
Setiap harinya Benny bersama tim kecil RPKAD (Resimen Para Komando Angkatan Darat) berjalan kaki menyusuri hutan lebat selama berjam-jam untuk membuka jalur bagi pasukan induk AD yang nantinya bertugas menyerbu Malaysia.
JIka tidak sedang melewati hutan lebat, Benny dan timnya menyusuri sungai yang berada di wilayah Kalimantan Utara menggunakan perahu.
Baik misi penyusupan yang melewati wilayah daratan maupun sungai, Benny dan timnya selalu terancam oleh pasukan Inggris yang siap menghadang.
Selain menyiapkan sergapan pasukan Inggris yang rutin patroli juga kerap bertemu dengan gerilyawan dari Indonesia sehingga kontak senjata yang memakan korban jiwa tak bisa dihindari.
Ketika Benny dan timnya sedang bertugas menyusuri sungai sejumlah pasukan SAS Inggris ternyata sudah menunggu di seberang sungai dan berada di tempat ketinggian yang strategis.
Posisi Benny yang berada di perahu paling depan sudah masuk ke dalam jarak tembak sniper SAS dan senapan runduk pun siap dibidikkan.
Dari teropongnya sniper SAS bisa melihat sosok Benny secara jelas tapi jari yang telah menyentuh picu senjata masih diam.
Setelah sekian detik, picu senjata ternyata tak jadi ditarik dan senapan lainnya yang sudah siap tembak dan dibidikan secara akurat oleh semua personel SAS juga tidak menyalak.
Semua personel yang dipimpin Benny akhirnya lolos dari sergapan mematikan itu.
Pada tahun 1976 Benny berkunjung ke Inggris dan secara tak terduga ia dipertemukan dengan dua prajurit SAS yang dulu nyaris menembakknya.
Personel SAS yang pernah mengincarnya ternyata masih mengenali Benny yang secara fisik tidak berubah banyak.
Benny lalu bertanya kenapa personel SAS itu kenapa tak jadi menembaknya.
Salah seorang langsung menjawab, bahwa timnya harus menunggu dulu datangnya kapal perang Queen Elisabeth.
Jika saat itu Benny ditembak dan kemudian berlangsung baku tembak, kapal Queen Elisabeth bisa terganggu perjalanannya.
Namun, hingga semua tim Benny pergi, kapal Queen Elisabeth ternyata tidak jadi melintas.
Mendengar kisah prajurit SAS itu, Benny serta merta berkomentar, jika saat itu dirinya jadi ditembak, pasukan Inggris telah berhasil menembak mati prajurit dengan pangkat tertinggi dan bisa saja konfrontasi Indonesia-Malaysia berakhir secara lain.
Sumber : http://bangka.tribunnews.com/2017/06/27/jenderal-benny-moerdani-bertemu-dua-sniper-sas-inggris-yang-nyaris-menembaknya?page=2

Kamis, 29 Juni 2017

Ryamizard : Kami Tak Ingin Perairan Indonesia seperti Somalia

Latihan Kopaska
Latihan Kopaska 

Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu berharap persoalan maraknya perompakan dan potensi menyebarnya kekuatan ISIS di Filipina Selatan dapat diantisipasi melalui kegiatan Patroli Maritim Terkoordinasi Trilateral atau "Trilateral Maritime Patrol Indomalphi.
Patroli maritim tersebut digagas saat pertemuan antara Ryamizard, Menteri Pertahanan Malaysia Dato Seri Hishammuddin Tun Hussein dan Menteri Pertahanan Filipina Delvin N Lorenzana di Tarakan, Kalimantan Utara pada Senin (19/6/2017) lalu.
"Soal trilateral kami ingin melaksanakan kegiatan tugas negara, yang pertama kali menghadapi perompakan. Kami tak mau perairan kita dijadikan seperti di Somalia," ujar Ryamizard saat ditemui di Kementerian Pertahanan, Jakarta Pusat, Rabu (21/6/2017).
Selain itu, lanjut Ryamizard, Patroli Maritim Terkoordinasi Trilateral juga menjadi pintu masuk kerja sama operasi militer untuk menggempur kekuatan ISIS yang bercokol di Filipina Selatan.
Ryamizard menuturkan, dalam pertemuan trilateral itu juga dibahas berbagai upaya bersama setelah kerja sama patroli maritim.
"Kami memang sudah siap dan langkah selanjutnya sudah dibicarakan saat kemarin bertemu di Tarakan. Laut sudah, untuk langkah-langkah selanjutnya tinggal darat dan udara," kata Ryamizard.
Selain itu, Ryamizard mengatakan, Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengizinkan Indonesia terlibat dalam operasi militer untuk menggempur ISIS.
Meski demikian, rencana operasi militer tersebut masih menunggu pembentukan payung hukum yang tepat.
Berdasarkan hukum Filipina, operasi militer yang melibatkan negara lain harus mendapatkan persetujuan dari unsur parlemen, meski presiden sudah menyetujui.
"Sedang kami pikirkan karena payung hukumnya belum ada. Walaupun Presiden mengiyakan, tapi itu kan presiden, yang lain kan, seperti kongres belum tentu," ucapnya.

Rabu, 28 Juni 2017

2018, Pemerintah akan Belanja Meriam Howitzer, OPV, dan Rudal Jarak Menengah


Kapal OPV 80-90 meter
Kapal OPV 80-90 meter

Dari data Rancangan Awal RKP 2018 yang penulis peroleh, bisa sedikit kita intip rencana besar pemerintah di tahun depan. Yang mencolok bagi redaksi adalah pengadaan 3 batalyon meriam kaliber 105mm, dimana 2 batalyon diantaranya adalah untuk pengganti meriam tarik 76mm yang sudah uzur, serta 1 batalyon lainnya untuk marinir TNI-AL. Data ini kemudian kami konfirmasi ke salah satu agen Nexter (produsen meriam asal Prancis), dan ia pun membenarkan akan adanya pengadaan 3 batalyon meriam LG-1 Mk3.
Point menarik lainnya adalah pengadaan kapal OPV 80-90 meter. Menjadi menarik karena pengadaan 2 kapal ini memakan biaya mencapai Rp 1 Trilyun. Boleh lah kita berharap jika benar dibeli, maka OPV ini nanti sudah full combat ready.
Sementara itu untuk matra udara, akan kembali dilakukan pengadaan lanjutan rudal darat ke udara jarak menengah tahap 2. Ini tentu menjadi pertanyaan, apakah pengadaan tahap pertama sudah teken kontrak? Selain itu ada pula pengadaan rudal AIM-9X dan AIM-120, dimana pada pengadaan Sidewinder sudah terkonfirmasi oleh pemerintah Amerika Serikat.
Pengadaan alutsista pada jaman Presiden Jokowi memang tampak tidak sebesar masa Kepresidenan sebelumnya. Namun perlu dipahami, pembelian alutsista pada masa Presiden SBY membawa dampak pada masa pemerintah kini. Alutsista yang mahal dan berteknologi canggih tentu memerlukan anggaran yang tidak sedikit untuk pemeliharaan serta sarana dan prasarana pendukungnya. Karena itu porsi terbesar anggaran justru ada pada perawatan alutsista. Tercatat untuk Harwat alutsista matra darat sebesar Rp 1,8 trilyun rupiah. Disusul anggaran harwat untuk matra laut sebesar Rp 3,3 Trilyun, dan yang terbesar adalah untuk alutsista matra udara sebesar Rp 4,5 Trilyun.

Selasa, 27 Juni 2017

Mengapa Indonesia perlu Kapal Selam Konvensional Jarak Jauh?

KRI Nagapasa 403
KRI Nagapasa 403 

Sejak Perang Dunia pertama, kapal selam dikenal sebagai pemburu kapal permukaan musuh yang senyap dan mematikan. Hal ini disebabkan karena kapal selam mempunyai beberapa keunggulan yang mampu memberikan efek penggentar (deterrence effect) untuk musuh-musuhnya.
Teknologi dan taktik peperangan, meliputi stealth, covert, asimetris, dan keuntungan akses di laut, sering memberikan kemenangan untuk kapal selam dalam pertempuran, memberikan efek besar kepada musuh dan membuat mereka lebih superior daripada kapal perang lainnya di mandala perang. Indonesia, sebagai salah satu negara yang mengoperasikan kapal selam dalam angkatan lautnya, juga harus memanfaatkan kelebihan yang dimiliki kapal selam.
Indonesia memiliki tugas berat dalam menentukan berapa besar kekuatan kapal selam dan bagaimana pola operasi untuk kapal selam itu sendiri. Mencermati letak geografis dan perkembangan lingkungan strategis regional, Indonesia memerlukan kapal selam konvensional yang berukuran besar agar dapat beroperasi jauh dari pangkalan.
Satuan kapal selam nantinya juga harus dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap negara Indonesia sebagai leadership role di kawasan regional dan ikut serta dalam permasalahan global. Hal ini konsisten dengan paradigma TNI AL yaitu Menjadi Angkatan Laut Berkelas Dunia (World Class Navy).
Selain itu, satuan kapal selam harus mampu menangkal potensi ancaman baik dari dalam maupun dari luar dan mampu beroperasi di seluruh perairan Indonesia yang berpotensi terjadi konflik kepentingan dan kedaulatan.
Teknologi kapal selam merupakan teknologi yang sangat sensitif dan bersifat eksklusif nasional. Sebagian besar negara produsen kapal selam tidak mau berbagi teknologi yang mereka punyai, walaupun dengan negara sahabat maupun sekutunya sekalipun. Dalam situasi ini, Indonesia mempunyai pilihan yang sulit.
Politik Luar Negeri bebas aktif dan pilihan non blok menjadi pertimbangan dalam mengembangkan kekuatan angkatan laut, khususnya kapal selam. Perusahaan galangan kapal domestik, seperti PT PAL, perlu mendapatkan bantuan dan dukungan teknologi kapal selam dari negara lain dalam mendesain, membangun, mengembangkan dan mempertahankan kemampuan kapal selam. Namun, tentunya campur tangan dan kemauan pemerintah dalam mengembangkan industri pertahanan dalam negeri sangat diharapkan, sehingga terdapat proses transfer of Technology (ToT).
Mengapa Indonesia harus memilih Kapal Selam?
Taktik paling ideal kapal selam adalah stealth atau rahasia, beroperasi secara tertutup (covert) sampai dapat mendekati musuh, kemudian mengamati, melaporkan atau melaksanakan aksi manuver sesuai misi yang diemban. Dengan posisi yang tepat dan covert, kapal selam mampu untuk menyerang musuh dengan cepat tanpa terdeteksi. Kapal selam juga mampu beroperasi sendiri sebagai tanda dukungan dari satuan atau unsur lain.
Dengan kemampuan inilah, kapal selam memberikan berbagai pilihan terhadap pemerintah Indonesia, khususnya untuk TNI AL dalam merencanakan pilihan atau respons dalam bentuk berbagai operasi militer. TNI AL dapat mengirimkan kekuatan kapal selam untuk mengobservasi suatu kegiatan di daerah konflik, dengan tetap memiliki keuntungan deteksi dan inisiatif tanpa terdeteksi.
Selain itu, stealth dan operasi covert kapal selam memberikan suatu kemampuan asimetris terhadap negara pengguna kapal selam. Besarnya pengaruh dari kemampuan asimetris ini tergantung pada ukuran dan jumlah kapal selam dalam satu satuan.
Kapal selam diharapkan bisa beroperasi di seluruh perairan yang menjadi perhatian khusus dan area rawan, sehingga musuh akan berpikir lebih dalam untuk meramu taktik anti kapal selam (AKS). Musuh juga memerlukan anggaran yang lebih besar dalam mengembangkan kemampuan untuk menangkal operasi kapal selam, baik teknologi AKS, kapal permukaan dan unsur AKS lainnya. Inilah yang menyebabkan mengapa kapal selam mempunyai kemampuan asimetris.
Kemampuan asimetris ini yang dapat dimanfaatkan pemerintah Indonesia untuk mempengaruhi suatu kejadian dengan menghadirkan kapal selam di kawasan regional. Karena kapal selam mampu beroperasi sendiri dengan memanfaatkan keuntungan akses di seluruh perairan Indonesia dimana unsur TNI yang lain tidak mampu melaksanakannya. Keuntungan akses kapal selam ini dapat digunakan dalam melaksanakan pengamatan dan penyerangan terhadap musuh di mandala perang atau di wilayah musuh sendiri.
Mencermati perkembangan lingkungan geografi dan strategis, negara-negara di kawasan Indo-Pasifik memiliki pandangan yang sama tentang pentingnya laut dan untuk itu mereka saling meningkatkan kekuatan maritim masing-masing. Pengadaan kapal selam pun meningkat dimana negara-negara tersebut menilai tentang pentingnya karakteristik kapal selam.
Ancaman kapal selam di kawasan pun meningkat dan memberikan tantangan sulit untuk TNI AL di masa mendatang. Walaupun negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia bersifat netral, namun Indonesia wajib untuk tetap meningkatkan pengamatan secara strategis, kemampuan deteksi dan tingkat kewaspadaan.
Memang anggaran dan kekuatan militer kita terbatas, namun Indonesia mempunyai peranan penting dalam mempertahankan kestabilan regional dan global melalui strategi pengamanan kawasan. Sehingga untuk menentukan suatu strategi, bisa dalam diplomatik, ekonomi atau militer, Indonesia harus lebih berpikir asimetris yaitu sedikit unsur dengan efek penggentar yang besar, artinya kebutuhan akan kapal selam adalah sangat perlu.
Mengapa harus kapal selam jarak jauh?
Luas dan posisi strategis Indonesia memberikan pilihan strategi defence in depth. Strategi ini adalah bagaimana menghancurkan kekuatan musuh sebelum memasuki teritorial Indonesia, saat mendekati pangkalan musuh dan saat transit. Indonesia perlu untuk mengembangkan kemampuan operasi militer jarak jauh sekaligus memberikan kesempatan untuk mempertahankan pengendalian laut dan keamanan di area rawan/choke points.
Karakteristik unik kapal selam akan dapat dimanfaatkan secara optimal jika dioperasikan dalam taktik ofensif atau postur forward deployment. Di dalam konteks kita, ini berarti kapal selam Indonesia harus mampu dioperasikan secara tertutup di luar area teritorial atau pada titik-titik rawan.
Taktik kapal selam ini akan meningkatkan kemampuan Indonesia untuk dapat mempengaruhi situasi di wilayah yang vital dengan memiliki efek penggentar. Kemampuan ini hanya dapat dilakukan oleh kehadiran kapal selam yang memiliki keuntungan asimetris dan keuntungan akses. Selain itu, pengoperasian kapal selam di garis depan dapat memberikan kewaspadaan, keunggulan pengumpulan intelijen dan pengamatan dimana pemerintah Indonesia dapat memanfaatkannya dalam strategi demi menghindari peperangan skala besar.
Sejak kapal selam dikenalkan dalam pertempuran pada awal abad ke-20, strategi kampanye perang selalu berhasil jika kapal selam dioperasikan dengan taktik ofensif dengan menggunakan pangkalan aju. Awal perang dunia kedua, taktik ofensif kapal selam Jerman terbukti berhasil sebelum pihak Sekutu menemukan tindakan perlawanan yang efektif.
Selain itu, kesuksesan Satuan Kapal Selam Pasifik Amerika yang berhasil menenggelamkan 2/3 armada Jepang di perang dunia kedua. Sebelumnya, di perang dunia pertama, satuan kapal selam Sekutu di Laut Marmora juga menunjukkan keberhasilan strategi garis depan (forward deployment) saat berhasil membatasi kemampuan pasukan Turki saat berusaha mengusir pasukan amfibi Sekutu di Semenanjung Gallipoli.
Kemudian, pangkalan aju kapal selam dalam Perang Dunia kedua adalah penggunaan pangkalan Fremantle dan Brisbane di Australia oleh satuan kapal selam Amerika, Inggris dan Belanda. Saat ini, US Navy mengoperasikan kapal selamnya di wilayah regional kita dengan menggunakan Jepang, Singapura, Australia dan Guam sebagai pangkalan aju. Perlu kita catat bahwa strategi ini sangat efektif dalam hal biaya dan waktu respons. Strategi ini lebih efektif daripada mereka menggerakkan kapal selam dari negara atau pangkalan mereka sendiri.
Namun di sisi lain, Indonesia tidak memiliki pangkalan aju kapal selam di daerah depan (forward territory), sehingga operasi kapal selam kita sangat bergantung pada kapal tender, dimana berpotensi menjadi sasaran musuh. Tetapi menggunakan kapal selam jarak pendek dengan menggunakan kapal tender adalah strategi yang berisiko tinggi.
Kapal tender mempunyai sifat kerentanan yang tinggi dan juga memerlukan perlindungan saat transit atau berada di mandala perang, terutama saat kapal selam melaksanakan bekal ulang atau hanya sekedar sandar. Sehingga, Indonesia perlu mempertimbangkan pengadaan dan penggunaan kapal selam konvensional jarak jauh, sehingga bisa digunakan dalam postur ofensif atau di garis depan, dioperasikan di choke points, menghadang musuh saat transit maupun menghancurkan musuh di wilayahnya sendiri.
Mampukah hanya dengan 12 kapal selam?
Pengalaman pengoperasian kapal selam kelas Cakra selama dua dekade terakhir menunjukkan bahwa hanya dengan dua kapal selam, adalah sangat jauh dari jumlah ideal yang diperlukan dalam mempertahankan kehadiran kapal selam di kawasan sampai tidak memiliki efek penggentar. Di dalam MEF disebutkan bahwa minimal 12 kapal selam diperlukan untuk mempertahankan postur operasi kapal selam yang efektif.
Apabila mampu mengoptimalkan kelebihannya, Indonesia akan dapat memaksimalkan efek penggentar secara strategis yang dapat mempengaruhi pilihan taktik musuh. Indonesia memerlukan kapal selam yang mampu beroperasi dan hadir secara terus menerus di area yang jauh.
Pola operasi dua belas kapal selam harus efektif dan terus menerus sehingga mampu menjawab kehadiran pada wilayah rawan dan misi yang berbeda. Rotasi dengan tiap empat kapal selam melaut, empat kapal selam dalam status siaga dan empat dalam perawatan akan dapat mengeksploitasi kemampuan kapal selam secara optimal dan lebih penting lagi dapat mengeksploitasi wilayah bawah laut di kawasan regional.
Indonesia adalah negara yang tidak memiliki sekutu dengan kebijakan politik bebas aktif dan non-blok. Sehingga, strategi pertahanan kita sekarang adalah berdiri sendiri dalam konteks ASEAN dan kerja sama regional.
Indonesia lebih berharap pada kemampuan sendiri sebagai pencegahan dan mengatasi serangan musuh tanpa bergantung pada bantuan negara lain. Indonesia tidak berharap bantuan militer secara langsung jika mendapatkan ancaman sekalipun dari kekuatan militer yang jauh lebih besar.
Oleh karena itu, Indonesia harus selalu siap dalam segala ancaman peperangan saat diperlukan. Sehingga, kekuatan dengan 12 kapal selam akan menjadikan Indonesia superior di kawasan dan mampu menjawab segala ancaman. Kekuatan kapal selam yang kuat juga akan berkontribusi penting dan sangat signifikan kepada keamanan maritim regional, menjadikan Indonesia memiliki peran pemimpin di antara negara-negara kawasan regional.
Sebagai penutup, kapal selam memiliki kelebihan dan karakteristik yang unik dimana membuat mereka menjadi penggentar yang menakutkan kepada lawan-lawannya, yaitu stealth, covert, asimetri dan memiliki keuntungan akses. Ketika Indonesia bergantung pada jalur perdagangan lewat laut termasuk memberikan garansi atas keamanan SLOC, kapal selam konvensional jarak jauh adalah jawabannya. Memiliki kapal selam konvensional jarak jauh ini akan mampu menjaga wilayah rawan dan choke points dengan memanfaatkan kelebihan kapal selam.
Sebuah satuan kapal selam konvensional jarak jauh akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap kepentingan global dan memberikan Indonesia peran pemimpin di wilayah regional, mendukung konsep TNI AL saat ini, menjadi Angkatan Laut yang Berkelas Dunia. Kebutuhan ini mampu dijawab dan diatasi dengan mempunyai kekuatan 12 kapal selam konvensional jarak jauh. Satuan kapal selam ini merupakan aset strategis yang sangat penting untuk mendukung kepentingan Indonesia di regional dan global.
Sebagai negara yang tidak bersekutu, industri domestik kapal selam perlu dikembangkan dalam mendesain, membangun, mempertahankan, meningkatkan dan memelihara kemampuan kapal selam dalam usia pakainya. Pengembangan industri kapal selam domestik sangat konsisten dengan strategi pertahanan Indonesia saat ini, yaitu kemandirian dalam alutsista. Program berkelanjutan juga harus seimbang antara sumber daya yang tersedia dan dapat dipertahankan sesuai usia pakai.
Tujuannya adalah memiliki kekuatan kapal selam dengan jumlah dan kemampuan yang sesuai dengan kebutuhan strategis Indonesia, didukung oleh industri domestik dengan keterampilan dan kapasitas, untuk dapat meningkatkan dan mengembangkan kemampuan kapal selam, dalam rangka menuju “World Class Navy” dan menjadi yang terdepan di dalam peperangan bawah air di kawasan regional. Letkol Laut (P) Dickry Rizanny N, MMDS*
*Penulis adalah lulusan AAL tahun 1998, saat ini berdinas di Srena Koarmatim

Selasa, 20 Juni 2017

Maritime Command Center Tarakan, Amankan Perairan Sulu - Berita Militer Indonesia

Berita Militer Indonesia - Tarakan – Peresmian Maritime Command Center (MCC) Tarakan merupakan upaya yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam menindaklanjuti Deklarasi Bersama di Yogyakarta, untuk mewujudkan keamanan di wilayah perairan Sulu dan sekitarnya sebagai solidaritas sesama Negara anggota ASEAN. Demikian dikatakan Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo pada saat peresmian MMC di Markas Komando Lantamal XIII Tarakan, Kalimatan Utara, Senin (19/6/2017).

Berita Militer Indonesia


Panglima TNI menyampaikan bahwa pertemuan di Yogyakarta pada tanggal 5 Mei 2016 yang menghasilkan suatu Deklarasi Bersama dilanjutkan dengan Pertemuan Para Menteri Pertahanan Ke-3 Negara di Denpasar, Bali, pada tanggal 2 Agustus 2016. “Pertemuan Trilateral Para Menteri Pertahanan tersebut sepakat untuk mengembangkan lebih luas mengenai SOP (Standard Operating Procedures) pada Trilateral Maritim Patrol, latihan bersama ketiga Negara, sharing informasi dan intelijen, pemasangan alat automatic identification system (AIS) pada semua kapal yang melintas melalui transit koridor, dan penetapan perwira penghubung (L.O.) pada MCC,” jelasnya.

Berita Militer Indonesia


“Langkah tersebut merupakan bukti nyata keseriusan TNI dalam mendukung kebijakan Presiden RI yang menegaskan bahwa Indonesia merupakan Poros Maritim Dunia dan sebagai aplikasi tanggung jawab Indonesia sebagai bagian dari ASEAN. TNI akan senantiasa menjaga stabilitas keamanan di wilayah nasional Indonesia dan regional,” ujar Panglima TNI.

Menurut Jenderal TNI Gatot Nurmantyo, jalur komunikasi yang terjalin antara MCC Tarakan di Indonesia, MCC Tawao di Malaysia dan MCC Bungao di Filipina merupakan pusat Sharing Informasi dan Intelijen yang menjadi faktor penting dalam mendukung pelaksanaan Trilateral Maritime Patrol Indomalphil. “Penetapan MCC di tiga kota di tiga negara tersebut diharapkan akan mampu meredam dan sejauh mungkin dapat meminimalisir insiden yang mungkin terjadi di wilayah perairan dan menjadi perhatian bersama ketiga negara,” ujarnya.


Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmatyo menyampaikan apresiasi kepada semua pihak yang telah membantu perwujudan pelaksanaan pembentukan MCC di Tarakan, sekaligus bersamaan dengan peresmian MCC di Tawao Malaysia dan MCC di Bungao Filipina. “Langkah kemitraan strategis tiga negara yang dilaksanakan di Tarakan, Indonesia, akan menjadi titik awal dari tekad kita bersama dalam kontribusinya pada upaya mewujudkan perdamaian dan stabilitas keamanan di wilayah kita masing masing, serta sebagai bagian dari upaya dalam ikut serta mewujudkan keamanan regional dan lebih luas lagi ketertiban dunia,” katanya.

Pada kesempatan tersebut, Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmatyo mengucapkan selamat dan bangga atas prestasi dari AFP yang telah mampu meredam teroris di Marawi dan membunuh sebanyak 257 teroris. “Ini Warning agar kita juga siap setiap saat menghadapi hal yang sama, karena sel-sel tidur sudah ada di negara kita masing masing,” tegasnya.

Berita Militer Indonesia


Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo menekankan betapa pentingnya kerja sama dan perjanjian Trilateral yang dilakukan oleh Indonesia, Malaysia dan Philipina. “Dengan adanya kerja sama Trilateral itu akan mempermudah tukar menukar informasi dan lain-lain, karena kecepatan dan ketepatan informasi sangat diperlukan untuk langkah antisipasi sejak dini, termasuk data kemungkinan pelarian yang menyamar sebagai pengungsi yang keluar dari Marawi,” ujarnya.

Turut hadir pada acara peresmian MCC antara lain, Menhan RI Jenderal TNI (Purn) Ryamizard Ryacudu, Menhan Malaysia Dato’ Seri Hishammuddin Tun Hussein, Menhan Filipina Delfin N. Lorenzana, Panglima Angkatan Tentera Malaysia Jenderal Tan Sri Raja Mohamed Affandi bin Raja Mohamed Noor, Panglima Angkatan Bersenjata Filipina Jenderal Eduardo M.Ano, Kasad Jenderal TNI Mulyono, Kasal Laksamana TNI Ade Supandi, Kasau Marsekal TNI Hadi Tjahjanto dan Gubernur Kalimantan Utara Irianto Lambrie.

Sumber Berita Militer Indonesia: jakartagreater.com